Sains dan Agama
“Sejarah perjalanannya menyatakan bahwa sains dan agama bukan dua hal yang selalu bertentangan dan tidak mungkin disatukan satu sama lain. Namun agama dan sains sudah seharusnya saling mendukung untuk menyadari bahwa besarnya anugerah Tuhan di dalam dunia ini karena sains dan agama berasal dari sumber agung yang jauh misterius, yaitu kerinduan anak manusia untuk mengetahui.”
Dalam era modern ini, kita tidak dapat lagi dipisahkan dari sains. Hampir setiap jengkal kehidupan selalu didampingi dengan keberadaan sains. Teknologi yang berkembang semakin pesat pun tidak bisa dilepaskan dari peranan sains yang melalui riset-risetnya bisa menemukan inovasi-inovasi baru. Sejarah mencatat bahwa terjadi perubahan yang sangat besar pada abad ke-20. Semua perubahan tersebut berkembang dari filsafat yang dianut oleh hampir seluruh dunia di masa sebelumnya.
Filsafat rasionalisme pada masa sebelum abad ke 20 telah mempengaruhi jiwa manusia menjadi pendewa rasio. Antara akal dan hati manusia tidak bertemu pada waktu itu menyebabkan krisis multidimensional. Pada abad ini tercatat krisis yang luar biasa akibat sains dan teknologi yang dikembangkan manusia pendewa rasio. Diantaranya bencana nuklir, kelaparan, penyebaran penyakit dan sebagainya. Tetapi tidak jarang juga sains dan teknologi memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi krisis tersebut. Perkembangan sains pada abad pertengahan memberikan wahana baru dalam kemajuan berpikir manusia yang tadinya di dominasi oleh pemikiran mistik dan takhayul telah digantikan oleh pemikiran ilmiah yang materialistik. Walaupun demikian hal itu berubah menjadi momok yang menakutkan bagi kaum agamis yang kuatir akan pendewaan rasio yang mengakibatkan orang-orang berpikir tidak ada campur tangan Tuhan dalam penciptaan dan perkembangan dunia ini. Dalam hal ini manusia menjadi menganggap bahwa ilmu pengetahuan adalah pegangan hidup yang sejati atau lebih dikenal dengan sebutan kaum saintisme atau kaum skeptis ilmiah. Dimana hal ini sangat bertentangan dengan iman kita Kristiani yang mempercayai bahwa Tuhan adalah causa prima dalam segala hal yang terjadi di dunia ini.
Sains dan agama menjadi dua hal yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Sejarah perjalanannnya menyatakan bahwa sains dan agama bukan dua hal yang selalu bertentangan dan tidak mungkin disatukan satu sama lain. Ada empat cara pendekatan yang digunakan untuk mengetahui hubungan sains dan agama yakni:
- Pendekatan konflik : suatu keyakinan bahwa pada dasarnya sains dan agama tidak dapat disatukan atau dirujukkan.
- Pendekatan kontras : suatu pernyataan bahwa tidak ada pertentangan yang sungguh-sungguh karena agama dan sains memberi tanggapan terhadap masalah yang sangat berbeda.
- Pendekatan kontak : suatu pendekatan yang mengupayakan dialog, interaksi, dan kemungkinan adanya penyesuaian anatara sains dan agama, dan terutama mengupayakan cara bagaimana sains ikut mempengaruhi pemahaman religius dan teologis.
- Pendekatan konfirmasi : suatu pendekatan yang lebih tenang, tetapi sangat penting; perspektif ini menyoroti cara-cara agama, pada tataran yang mendalam, mendukung dan menghidupkan segala kegiatan ilmiah.
Sebelum jauh ke depan, sebaiknya kita definisikan dulu apa sains itu sebenarnya. Kata sains berasal dari scientia yang berarti pengetahuan. Berdasarkan Webster New Collegiate Dictionary; defenisi sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian atau pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum-hukum alam yang terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah. Sains dalam hal ini merujuk kepada suatu sistem untuk mendapatkan pengetahuan dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di alam. Pengertian sains juga merujuk kepada susunan pengetahuan yang orang dapatkan melalui metoda-metoda ilmiah. Dari sini bisa dilihat bahwa sains adalah hal yang bersifat antroposentris yang sangat bergantung kepada pemahaman ilmiah yang ditetapkan oleh manusia itu sendiri. Di lain sisi agama dengan teologinya mengajarkan kita manusia agar berfokus kepada Tuhan. Dalam agama Kristen kita mengimani bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini adalah merupakan buah karya cipta Tuhan yang tidak mungkin kita pahami hanya dengan menggunakan rasio kita saja.
Kaum saintifik yang mendewakan rasio untuk menemukan kebenaran sejati dengan pembuktian-pembuktian ilmiahnya kadang menjadi naïf karena tidak semua perkara dapat diselesaikan menggunakan pemikiran ilmiah yang mengutamakan pembuktian materil. Disisi lain diakui atau tidak kadang agama tidak mengakui adanya penemuan sains karena dianggap tidak sesuai dengan apa yang diwahyukan oleh Tuhan, karena hanya memahami kehidupan hanya dari segi hati saja (kehidupan spiritualis), sehingga muncul orang-orang yang kontraproduktif dengan fanatisme yang naïf.
Dengan demikian sudah seharusnya kita mencoba menghilangkan dikotomi antara sains dan agama. Mencoba mengintegrasikan agama dan sains dengan cara membangun dialog, interaksi dan konfirmasi. Artinya sains dan agama tidak bisa dileburkan menjadi satu dan juga tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri dengan klaim bahwa sainslah yang paling benar demikian juga agamalah yang paling benar.
Untuk mencapai itu semua, baik sains dan agama harus memiliki sifat toleransi diantaranya. Agama dapat didekati dengan rasional dan empiris dan tidak melulu urusan hati saja. Sains pun sebaliknya dapat berwajah social,artinya tidak melulu urusan rasional dan empiris semata. Sains mungkin telah berhasil melayani manusia tetapi sains juga menimbulkan hal-hal negatif bagi manusia yang justru mengingkari kemanusiaan. Di sisi lain, agama semakin hari semakin tereduksi oleh sikap para pemeluknya. Agama terus dilembagakan. Diakui atau tidak, banyak kasus yang dilakukan oleh para komunitas keagamaan justru menyelewengkan toleransi yang dianjurkan oleh agama yang dipeluknya.
Maka dari keempat pendekatan yang coba digunakan dalam pendekatan sains dan agama kami lebih memilih pendekatan konfirmasi. Dimana agama dan sains sudah seharusnya saling mendukung untuk menyadari bahwa besarnya anugerah Tuhan di dalam dunia ini. Sains dan agama berasal dari sumber agung yang jauh misterius, yaitu kerinduan anak manusia untuk mengetahui. Baik sains dan agama berasal dari hasrat radikal yang sama akan kebenaran yang ada pada inti terdalam eksistensi kita. Jadi, justru karena mereka berasal dari asal-usul yang sama itulah, yaitu dari kepedulian fundamental akan kebenaran, kita tidak akan pernah membiarkan mereka menelusuri jalannya masing-masing secara terpisah satu sama lain. Sains dan agama harus selalu topang-menopang untuk memahami keberadaan Yang Transenden atau Tuhan Yang Maha Kuasa yang penuh misterius dan penuh penyayang pada umat manusia.
Salam, P2K UNPAD Bidang Sains (PMK MISIOLOGI UNPAD dan PMK D3 FMIPA UNPAD).
(Sebuah Artikel dari PMK Misiologi dan PMK D3 FMIPA Unpad)
sumber: www.pmkunpad.org
Komentar
Posting Komentar