KTT ASEAN 2011: Sebuah Pandangan Sederhana

Pada tanggal 13-19 November 2011 lalu di Nusa Dua, Bali, telah diadakan perhelatan akbar di antara 10 (sepuluh) negara dengan  posisi geopolitik dan geoekonomi yang strategis sebagai salah satu kekuatan Asia yaitu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-19 ASEAN. Riuh semarak Sea Games 2011 sedikit banyak menutupi gaung KTT ke-19 ASEAN yang telah menghasilkan Bali Concord III atau Bali Declaration on ASEAN Community in a Global Gommunity of Nations. Bali Concord III, menurut Sekretaris Jenderal ASEAN yaitu Surin Pitsuwan, adalah sebuah kerangka kerja bagi ASEAN dalam berinteraksi dengan komunitas internasional.
Bapak Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, melalui situs web resminya menyatakan bahwa Bali Concord III memuat tiga pilar utama ASEAN, yakni politik dan keamanan, ekonomi, dan sosial budaya. Dalam bidang politik dan keamanan, Deklarasi Bali memuat mekanisme penyelesaian konflik, pemberantasan kejahatan transnasional, perompakan, pemberantasan korupsi, dan pelucutan senjata nuklir. Untuk bidang ekonomi, Deklarasi Bali mengatur partisipasi ASEAN dalam perekonomian global, penguatan kapasitas ekonomi ASEAN, adopsi standar produksi dan distribusi komoditas ekonomi, perbaikan akses dan penerapan teknologi, peningkatan investasi agrikultur, dan diversifikasi energi. Pilar terakhir, yaitu sosial dan budaya, mencakup penanggulangan dan penanganan bencana alam, masalah perubahan iklim, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan.
Apabila kita membaca secara utuh Deklarasi Bali tersebut memang sangat terasa semangat positif dari para pemimpin di ASEAN untuk membangun kawasan Asia Tenggara, seperti di bidang teknologi, pangan, ekonomi, penyelesaian sengketa antara Thailand dan Kamboja, serta keinginan untuk berpartisipasi aktif dalam penyelesaian isu-isu internasional. Semangat positif tersebut tentu harus didukung oleh komitmen dan tindakan nyata oleh semua negara anggota ASEAN, artinya jangan sampai hanya beberapa negara saja yang terlihat aktif mewujudkan Deklarasi Bali.
Langkah-langkah besar yang dicita-citakan ASEAN dalam Deklarasi Bali tidak akan terwujud kalau tidak ada persatuan (konektivitas) di antara negara-negara anggota. Dalam hal kedaulatan teritorial, kita mengetahui bahwa negara-negara Barat mempergunjingkan konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja yang secara tidak langsung dapat mengancam persatuan ASEAN. Para pemimpin ASEAN tentu harus tegas dalam membina dan mengarahkan kedua pihak untuk menyelesaikan sengketa di antara mereka. Demikian pula dengan konflik perbatasan antara Indonesia dan Malaysia, jangan mengatasnamakan persaudaraan negara-negara Asia Tenggara maka harga diri kita boleh diinjak-injak. Justru atas nama persaudaraan, Malaysia dan Indonesia, serta negara-negara anggota ASEAN lainnya harus tetap saling menghormati kedaulatan masing-masing. Masalah internal di antara negara-negara anggota ASEAN harus terlebih dahulu diselesaikan kalau ASEAN betul-betul mau berpartisipasi dan diakui di kancah internasional, jangan sampai ASEAN menjadi serigala yang nyaring suaranya tapi tidak bertaring.
Secara khusus bagi Indonesia, adalah suatu kebanggaan bagi kita dapat menjadi tuan rumah KTT ke-19 ASEAN ditambah dengan berbagai penghargaan internasional yang diterima Bapak Presiden Republik Indonesia saat ini. Namun kita juga tidak memungkiri bahwa perjuangan beliau terdengar nyaring di luar namun hambar bagi rakyat. Tidak salah kalau ASEAN termasuk Indonesia senantiasa membuka diri terhadap dunia luar. Namun ingatlah pesan Ibu Sunaryati Hartono,
“Segala perubahan dengan berbagai implikasi baik dalam lingkup nasional, regional, maupun global perlu terus dipantau dengan sikap terbuka, agar kita dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut, tanpa merugikan kepentingan nasional.”

Langkah besar yang akan diambil Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dalam menunjukkan komitmennya terhadap ASEAN dan partisipasinya di dunia internasional tidak boleh melupakan tugas dan amanah beliau sebagai pemimpin negara untuk memperjuangkan dan memenuhi hak-hak  rakyat, khususnya rakyat yang belum mendapatkan hak-hak konstitusionalnya.

Ditulis Oleh : Ingrid Josephine Zileni S, FH Unpad 2008 (PK Hukum Internasional)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Pertanggungjawaban Acara Gathering Pengurus PMK FH Unpad Periode 2013/2014

Tetap Setia Meski Melewati Ujian

Ringkasan Khotbah November 2020