Kunjungan PMK ke Rumah Cemara
Ikut merayakan hari kebangkitan Tuhan Yesus Kristus, PMK FH Unpad melakukan sebuah kunjungan ke sebuah panti rehabilitasi narkoba bernama Rumah Cemara. Mengusung tema “I’am Free” dengan ayat Markus 12:33b “dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama daripada semua korban bakaran dan korban sembelihan”, PMK FH Unpad mengajak kita semua untuk dapat mengasihi setiap orang sekalipun orang tersebut merupakan penderita penyakit HIV maupun yang pernah candu terhadap narkoba.
Tidak begitu jauh dari pusat kota, Rumah Cemara terletak di wilayah Gegerkalong. Melihat daerahnya yang dekat dengan kampus UPI, keramaian tidak lepas dari tempat berkumpulnya saudara-saudara kita yang jatuh dalam narkoba dan terkena HIV tersebut. Kita tahu bahwa mereka umumnya tertutup dan tidak suka keramaian. Namun layaknya orang biasa, orang-orang di Rumah Cemara juga berlalu lalang menjalankan aktivitasnya disana dan berbaur dengan warga sekitar.
Rumah Cemara memiliki dua tempat fasilitas untuk beraktivitas. Yang kami datangi adalah tempat dimana korban HIV dan para pecandu narkoba yang berkeinginan untuk pulih, yang mereka sebut sebagai klien, melakukan konsultasi dan melakukan aktivitas bersama-sama secara normal. Sedangkan tempat yang satu lagi adalah fasilitas rehabilitasi dimana klien benar-benar dijaga ketat dan di-treat (dilayani) secara khusus.
Bagian pelataran Rumah Cemara disewakan untuk kios-kios makanan, sedangkan untuk masuk ke Rumah Cemara sendiri ada bagian gang untuk motor ke bagian belakang rumah dan bagian satunya sebagai gerbang depan para tamu masuk. Dibalik gerbang rumah tersebut adalah sebuah ruangan besar dengan salah satu dindingnya berupa cermin dimana terdapat beberapa alat olahraga untuk tinju. Di ruang ini terhias berbagai kata-kata mutiara dan berbagai foto perkembangan Rumah Cemara dari tahun ke tahun.
Agar lebih intim, kami dibagi menjadi tiga kelompok sharing. Kelompok pertama dan kedua ditempatkan di ruang tersebut, sedangkan kelompok ketiga dibawakan oleh Dhimas dan Tesa di ruangan yang lain. Kelompok ketiga ini memulai sharing di sebuah ruang belajar pada bagian belakang rumah Cemara. Ruang belajar ini berisi berbagai alat ajar mengajar layaknya sebuah kelas. Ada juga sebuah komputer dan rak berisi buku serta perlengkapan olahraga tinju. Dhimas dan Tesa kemudian memberikan sharing terkait pengalaman kelam yang mereka alami sebagai pemakai narkoba.
Narkoba menurut mereka mampu merusak berbagai aspek kehidupan terutama dalam aspek sosial, psikis, fisik, dan spiritual. Secara sosial para klien pasti merasa dikucilkan dari masyarakat, mereka diperlakukan secara menjijikkan oleh masyarakat. Hanya terhadap para pengguna saja mereka merasa diterima. Tekanan yang sangat berat ketika keluarga juga mengucilkan pengguna narkoba. Secara psikis para klien akan selalu merasa self pity (menyalahkan diri sendiri dan mengasihani diri sendiri). Mereka hanya memikirkan diri sendiri saja.
Kemudian secara fisik, tubuh mereka juga pasti mengalami berbagai kekurangan dan kelemahan. Salah satu yang paling terasa adalah kelelahan, disamping adanya efek-efek sakau (kondisi tubuh menjadi sakit setelah efek senang dan enak selesai ataupun karena tubuh tidak diberi narkoba). Terakhir secara spiritual para klien akan jauh dari Tuhan. Hidup sudah tidak tahu menahu tentang Tuhan karena apa yang mereka lakukan hanya untuk narkoba.
“Narkoba untuk hidup, hidup untuk narkoba, ” kata Tesa. Pecandu narkoba ketika bangun tidur yang dicari adalah bandar narkoba. Sampai parahnya bangun tidur harus sudah ada narkoba di dekatnya. Mereka belum bisa tidur kalau belum punya stok untuk bangun pagi. Kalau belum punya maka mereka akan mencarinya terlebih dahulu agar bisa tenang dan tidur. Yang dipikirkan hanya bagaimana narkoba selalu ada bagaimana pun caranya.
Dhimas meskipun belum sampai pada tahap kecanduan tapi pernah menggunakan ganja dan mabuk pada masa SMA-nya. Ia masuk ke Rumah Cemara bukan sebagai klien tetapi penggiat anti-narkoba. Ia mau belajar banyak dari para klien yang ada di Rumah Cemara. Menurutnya, memakai narkoba artinya menghancurkan diri sendiri dan orang lain. Tapi bukan berarti hidupnya telah selesai karena memakai narkoba. Selesainya hanya ketika ia mati sehingga ia tidak boleh berputus asa tetapi lanjutkan hidup sebaik mungkin dan selagi bisa.
Tesa merupakan satu dari banyak pecandu narkoba yang ingin bebas dan lepas dari kecanduan narkoba. Ia bercerita bagaimana pengalaman hidupnya selama 30 tahun ini. Mulai dari mencoba, mencari, terkena penyakit, bertemu orang-orang yang terkena HIV di Rumah Cemara dan kemudian masih jatuh dalam narkoba, hingga akhirnya lepas dari narkoba.
Bermula dari ayahnya sebagai seorang peminum, ketika Tesa kelas 2 SD penasaran dengan apa yang diminum ayahnya dan diperbolehkan mencoba minuman bir tersebut. Meskipun tidak suka tetapi menjadi salah satu akar kejatuhannya. Masa-masa yang rawan tanpa bimbingan yang benar, kelas 4 SD Tesa sudah menjadi perokok aktif kemudian kembali bertemu dengan minuman tersebut di kelas 1 SMP, dengan tegukan yang banyak ia berubah menjadi peminum yang merasakan nikmatnya mabuk karena bir. Pada kelas 3 SMP ia sudah mencoba berbagai obat-obatan terlarang.
Penggunaan narkoba dialaminya secara bertahap, semakin banyak dosisnya hanya untuk merasakan kesenangannya, hingga akhirnya menjadi cepat mengalami kondisi sakau dan menjadi kecanduan (addicted level). Lingkaran setan terbentuk dengan sendirinya begitu narkoba dirasakan pertama kali dan kemudian suka dengan narkoba tersebut. Dosis yang tinggi juga selaras dengan pemakaiannya yang sebelumnya dihisap kemudian semakin berbahaya dengan menggunakan suntikan.
Pemakaian narkoba dengan suntikan pada akhirnya pasti menimbulkan virus HIV akibat penggunaan jarum yang sama terus menerus. Terlebih lagi narkoba tersebut langsung masuk ke dalam aliran darah sehingga akhirnya tidak menimbulkan rasa senang yang diinginkan atau kemabukannya, melainkan hanya untuk menutup rasa sakit yang didapat akibat pemakaian yang berulang-ulang. Menurutnya, dalam tahap kecanduan seperti ini untuk mendapatkan rasa senang yang dirasakannya pada awal mula mencoba hanya melalui overdose (kelebihan dosis), yang kemudian pasti masuk rumah sakit.
Begitu berbahanya narkoba, sekali mencoba maka akan rusak semuanya dan semakin parah ketika dibiarkan. Kesenangan sesaat membuahkan penyesalan dan kesakitan yang sangat lama. Kecanduan narkoba membuat dirinya tidak lagi mengenal diri sendiri. Tubuhnya menggunakan narkoba akan tetapi pikirannya sudah tidak tahu kemana. Yang dipikirkan hanyalah bagaimana ia akan memakainya lagi dan lagi, meskipun tubuh sudah hancur kondisinya.
Keadaan pasrah seperti itu tidak boleh dibiarkan. Kondisi sakau pasti akan terjadi dan itu sangat menyakitkan bagi yang mengalaminya. Untuk Tesa kondisi sakau yang dialaminya paling lama sampai 3 hari dimana ia menjadi diare, sakit badan, dan lemas. Kondisi ini dapat berbeda-beda tiap pengguna narkoba. Terlebih dalam kondisi overdose paling parahnya adalah mengalami kematian langsung, tergantung dari dosis dan jenis narkoba yang digunakan.
Titik balik Tesa ketika suatu hari ia pulang ke rumahnya, tiba-tiba ia ingat akan keluarganya. Hubungan terhadap keluarganya hanya untuk bagaimana mendapatkan narkoba melalui menipu dan mencuri barang-barang yang ada. Hingga ketika ia pulang dan tiba seruangan dengan keluarganya tetapi ia merasa tidak punya keluarga karena dikucilkan dan didiamkan oleh orang tuanya. Seperti sedang di dalam rumah tapi bukan rumah, ia hanya sendiri saja di keluarga ini.
Usaha untuk bebas dan lepas dari narkoba dilakukannya. Namun bandar narkoba ternyata selalu mengejar pecandu untuk mendapatkan keuntungan. Dosis maupun narkoba jenis baru ditawarkannya. Bandar tahu bahwa sangat sulit bagi pecandu untuk lepas begitu saja sehingga tidak perlu memaksa, maka pecandu akan meminta bagian obat terlarang tersebut. Pilihan yang berat pasti terjadi untuk memilih mementingkan orang tua dengan membuangnya atau jatuh dalam dosa menggunakan narkoba lagi.
Narkoba tidak bisa dilepaskan dari Tesa meskipun kemauan untuk berhenti selalu ada. Hingga suatu hari saat ia mau berhenti dari narkoba ia jatuh sakit selama hampir sebulan. Sakit yang membuatnya drop seperti sakau ini membuatnya hanya mampu minum air dan jus saja. Dalam jangka waktu sebulan tersebut ia turun hingga 10kg, sehingga badannya menjadi kurus kering dan membuat cemas keluarganya. Diperiksakan ke beberapa dokter hingga dirinya diketahui terkena hepatitis C dan virus HIV.
Dengan pengetahuan sebatas bahwa virus HIV mengakibatkan kematian, Tesa mengalami banyak guncangan dalam hatinya pada saat itu. Akan tetapi dokter yang menyatakan bahwa ia terkena HIV, memberikan juga informasi mengenai virus HIV dan memberikan saran untuk konsultasi ke Rumah Cemara. Pemberian informasi tersebut sangat penting untuk diketahui agar tidak memutuskan semangat hidupnya. Umur tidak ada yang tahu hanya Tuhan, sehingga mereka juga layak untuk memperjuangkan hidupnya dengan baik.
Menurut dokter, virus HIV ini belum ada obatnya tetapi untuk menekan kerja virus tersebut ada obatnya, ada yang harus dimakan tiap 12 jam sekali atau 24 jam sekali. Hidup dalam ketergantungan seperti ini tidak nyaman, tetapi harus dijalankan karena akibat dari ulahnya sendiri. Berani untuk bertanggung jawab atas kesalahan yang dibuatnya tanpa mengulangi kesalahan yang sama, sungguh sangat berat. Tetapi pertemuan dengan saudara sepenanggungannya di Rumah Cemara, sharing dan konseling membuat ia kuat dan mampu melakukannya.
Melalui Rumah Cemara, Tesa berangsur-angsur pulih dari narkoba meskipun belum untuk bir, dan hubungan dengan keluarganya juga semakin baik. Ia sadar keluarganya masih sayang terhadapnya, membuat ia berpikir banyak untuk melakukan apa saja yang bisa dilakukan sebelum mati. Pernah juga ia dihadapkan kembali pada pilihan untuk jatuh lagi, akan tetapi Rumah Cemara melihat bahwa itu merupakan proses baginya agar ketika dihadapkan dalam keadaan yang sama ia mampu melawannya. Setiap hari ia melakukan tugas terbaiknya karena tidak tahu apakah besok masih hidup atau tidak.
Kebanyakan pecandu hidup dimasa lalu, rasa bersalah yang terus menghantuinya. Sulit untuk melihat secercah harapan dalam dirinya karena dalam pikirannya hanya tertuju bagaimana cukup untuk mabuk dan senang melalui narkoba saja. Oleh karena itu diperlukan orang-orang yang mau untuk menolong para pecandu narkoba untuk dapat lepas dan mau melanjutkan hidupnya tanpa narkoba.
Rumah Cemara dibangun untuk menjangkau orang-orang seperti mereka. Cara menjangkau Rumah Cemara yakni dengan berkegiatan sesuai dengan kebutuhan dari klien itu sendiri. Misalnya klien paling muda mau belajar bahasa inggris akan mereka bantu dengan menyediakan fasilitas-fasilitasnya sampai bantuan untuk kursus bahasa inggris. Rumah Cemara menjadi jembatan antara klien dengan orangtua klien. Ada juga kegiatan pertemuan bersama antar orangtua klien untuk menghilangkan rasa terbuang atau terkucilkan karena keluarganya ada yang pecandu narkoba.
Menurut Tesa, dengan adanya Rumah Cemara ini ia mampu untuk kembali melanjutkan hidupnya dengan lebih baik. Ia menjadi lebih percaya kepada dirinya sendiri. Rumah Cemara mengarahkan orang-orang yang mau lepas dari narkoba maupun terkena HIV untuk mau berubah dan melakukan yang terbaik selagi masih ada kesempatan. Konseling konseling yang sangat dibutuhkan oleh orang-orang seperti dirinya. Karena yang menyembuhkan dirinya adalah dirinya sendiri dengan kemauan untuk melawan tantangan narkoba seumur hidupnya.
Terhalangnya kesembuhan dari narkoba adalah susgesti-sugesti dari dirinya sendiri yang mengatakan bahwa kecanduan tidak akan bisa hilang. Terima saja apa adanya karena tidak mungkin bisa sembuh. Hal-hal tersebut yang harus dihapuskan dari pikiran para pecandu narkoba. Oleh karenanya sangat penting konseling-konseling yang dilakukan untuk melawan sugesti dan menertibkan hidupnya kembali. Tidak sedikit klien yang sudah hampir terbebas namun jatuh kembali, tetapi ada juga yang benar-benar lepas dan bebas.
Disamping melakukan rehabilitasi terhadap pecandu narkoba, Rumah Cemara juga mau untuk menghilangkan stigma stigma yang salah tentang korban narkoba dan korban HIV di masyarakat. Korban narkoba dan korban HIV adalah manusia biasa yang sama dengan yang sehat, tidak perlu dikucilkan apalagi didiskriminasikan. Banyak kegiatan dari Rumah Cemara yang bertujuan untuk hal tersebut misalnya dengan melakukan pertandingan sepak bola dan tinju dengan orang yang sehat, kemudian dijamu dan diinformasikan tentang narkoba dan HIV untuk mengikis stigma yang salah.
Berbagai kegiatan dilakukan di Rumah Cemara, baik pendidikan sampai olahraga. Rumah Cemara terbuka untuk siapapun tanpa memandang status apakah sakit atau tidak. Setiap orang boleh datang ke Rumah Cemara untuk melakukan kegiatan ataupun ikut dalam berbagai kegiatan rutin yang ada. Bahkan tidak sedikit orang asing seperti dari Estonia datang sebagai volunteer (relawan) untuk membantu di Rumah Cemara. Rumah Cemara ada untuk membagikan kasih kepada siapapun, terutama pecandu narkoba yang mau untuk bebas dan lepas dari narkoba serta penderita penyakit HIV.
Kita sebagai mahasiswa juga sebenarnya dapat ambil bagian dalam berbagai kegiatan apapun untuk membantu tercapainya tujuan dari kasih seperti yang dilakukan Rumah Kasih. Minimal dengan memberikan senyuman kita. Rumah Cemara terbentuk karena senyum ramah dari beberapa orang yang telah pulih dari narkoba, kemudian sepakat untuk menolong orang lain yang mengalami hal yang sama. Artinya dimana pun dan kepada siapa pun kita harus memberikan senyuman kita, karena kita tidak tahu bagaimana hal sepele ini ternyata dampaknya dapat begitu hebat menjadi pertolongan bagi banyak orang.
Di akhir acara, PMK FH Unpad memberikan sumbangan sebagai bentuk kepedulian dan semangat untuk para klien maupun staff yang ada di Rumah Cemara. Harapan kami agar semakin banyak dan besar kelompok-kelompok seperti Rumah Cemara yang mau untuk menjangkau orang-orang yang butuh pertolongan untuk lepas dari narkoba dan menerima mereka apa adanya. Kiranya bantuan untuk mereka akan selalu ada dan tuntas. Di samping itu juga berharap agar kita semua sadar akan saudara-saudara kita dan mau berbagi kasih seperti Tuhan Yesus yang mau menyelamatkan kita tanpa memandang seberapa berdosanya kita. Mari jalani hidup sebagai orang kudus yang penuh kasih karena kita bukan lagi hamba dosa tapi hamba Tuhan.
Oleh: Freddy Putera H.
[FHUnpad2011]
[FHUnpad2011]
Komentar
Posting Komentar